FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM:
TELAAH EPISTEMOLOGI ILMU
A. PENGANTAR
Dorongan
ingin tahu (curiosity) sebagai hasrat alamiah manusia merupakan entry point bagi lahirnya suatu ilmu
pengetahuan. Dengan kata lain, lahirnya ilmu pengetahuan akan selalu diawali
oleh rasa keingintahuan manusia akan segala sesuatu.[1]
Apa yang diketahui manusia disebut pengetahuan. Ilmu yang mengkaji pengetahuan
manusia disebut Filsafat Pengetahuan (Epistemology atau Theory of
knowledge). Menurut Koento Wibisono, ilmu ini lair semenjak Immanuel kant
(1724-1904) menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang menunjukkan
batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan secara tepat.[2]
Filsafat
pengetahuan berfungsi menyelidiki dan mengkaji berbagai macam sumber
pengetahuan. Di dalam Filsafat Pengetahuan, disebutkan sumber-sumber
pengetahuan manusia, adalah akal, pancaindra, akal budi, dan intuisi. Manusia
melalui sumber-sumber ini mengenal tiga model pengetahuan. Pertama,
dengan secara sadar dan berkelanjutan orang menempuh cara untuk menguasai serta
mengubah obyek melalui upaya-upaya konkret dan secara langsung menuju kearah
kemajuan dan pembaruan. Kedua, dengan cara megasingkan diri secara fisik
maupun rohani, orang bertapa di suatu tempat untuk mendapatkan wangsit yang
dianggapnya sebagai petunjuk untuk mencapai tujuannya. Ketiga, dengan
membungkus objek yang dijadikan sasaran, yaitu dengan memperindahnya ke sesuatu
yang ideal sehingga terwujud apa yang disebut nilai-nilai seni, sastra,
mitodologi yangbertmuatan etik atau moral.[3]
Model
pertama disebut ilmiah, model kedua disebut nonilmiah, dan model ketiga disebut
prailmiah.
Ilmu
dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan (science) harus memenuhi enam
syarat sebagai berikut.
1. Mempunyai obyek tertentu yang akan dijadikan
sasaran penyelidikan (obyek material) dan yang akan dipandang (obyek formal)
2. Mempunyai metode tertentu sebagai sarana untuk
menemukan, mengkaji, dan menyusun data.
3. Responsible,
artinya apa yang dipikirkan dan dihasilkannya dapat dipertanggungjawabkan
dengan penalaran yang runtut.
4. Segala sesuatu yang merupakan jawaban dari
prose situ diletakkan dan disusun kembali dalam sebuah system.[4]
5. Setiap ilmu pengetahuan selalu membuka diri
untuk kondisi falsifikasi (pengecualian).[5]
6.
Ilmu
pengetahuan memiliki paradigm ilmu yang dapat diterima semua kalangan.[6]
Pengetahuan
ilmiah akan dapat menghasilkan kebenaran ilmiah, yaitu sebuah kebenaran yang
diperoleh dengan sarana dan tatacara tertentu yang hasilnya dapat dikaji ulang
oleh siapa pun dan kapan pun dengan kesimpulan yang sama.
Di dalam
filsafat ilmu merupaka pengembangan dari filsafat ilmu pengetahuan yang
memiliki tiga tiang pokok, yaitu ontology, epistemology, dan aksiologi.[7]
Aspek ontologis keilmuan biasanya mempermasalahkan apa yang dikaji oleh
sebuah ilmu pegetahuan. Aspek epistemologis yaitu mencoba menelaah ilmu
pengetahuan dari segi sumber dan metode ilmu yang digunakan dalam rangka mencapai
suatu kebenaran ilmiah. Aspek aksiologis suatu ilmu pengetahuan
mempertanyakan untuk apa ilmu pengetahuan digunakan.[8]
B.
PENGERTIAN
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Filsafat,
falsafah atau philosofia secara harfiah berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Banyak sekali definisi-definisi yang
diungkapkan para ahli mengenai apa definisi dari filsafat itu sendiri. Dalam
konteks itu Toto Suharto lebih condong pada definisi yang diungkapkan oleh Sidi
Gazalba yang mengartikan filsafat sebagai berfikir secara mendalam, sistematik,
radikal, dan universaldalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat
mengenai segala yang ada.[9]
Dari pengertian ini, ada lima unsur yang mendasari ebuah pemikiran filsafat,
yaitu:
1. Filsafat sebuah ilmu pengethuan yang
mengandalkan penggunaan akal (rasio) sebagai sumbernya.
2. Tujuan filsafat adalah mencari kebenaran atau
hakikat segala sesuatu yang ada.
3. Obyek material filsafat adalah segala sesuatu
yang ada.
4. Metode yang digunakan dalam berfikir filsafat
adalah mendalam, sistematik, radikal, dan universal.
5.
Kebenaran
yang dihasilkannya dapat diukur melalui kelogisannya.
Menurut
Abdurrahman al-Nahlawi pendidikan islam merupakan suatu proses
penataanindividual dan social yang dapat menyebabkan seseorag tunduk dan taat
pada islam dan menerapkannya secara sempurna dalam kehidupan individu dan
masyarakat.[10]
Menurut Muhammad Quthb, pendidikan islam adalah usaha melakukan endekatan yang
menyeluruh terhadap wujud manusia, baik segi jasmani maupu rohani, baik
kehidupannya secara fisik maupun kehidupannya secara mental dalam melaksanakan
kegiatannya di bumi ini.[11]
Lima
watak atau karakter pendidikan islam, yaitu:
1. Pendidikan islam mencangkup semua aspek
kehidupan manusia, baik berupa aspek fisik, mental, akidah, akhlak, emosional,
estetika, maupun social.
2. Pendidikan islam bermaksud meraih kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat secara seimbang dan sama.
3. Pendidikan islam bermaksud mengembangkan semua
aktifitas manusia dalam interaksinya dengan orang lain, dengan menerakan
prinsip integritas dan keseimbangan.
4. Pendidikan islam dilaksanakan secara kontinu
dan terus menerus tanpa batas waktu, mulai dari proses pembentukan janin dalam
rahim sang ibu hingga meninggal dunia.
5.
Pendidikan
islam melalui prinsip integritas, universal, dan keseimbangan bermaksud
mencetak manusia yang memperkatikan nasibnya di dunia dan akhirat.[12]
Kelima watak diatas, Abu al-‘Ainain menyimpulkan bahwa pendidikan
islam merupakan “sistem hidup yang sempurna”.
Definisi tentang filsafat pendidikan islam pun banyak sekali
perbedaan di antara para pakar. Namun yang jelas filsafat pendidikan islam
adalah kajia filosofis mengenai barbagai masalah pendidikan yang berlandaskan
ajaran islam.
C.
KEDUDUKAN
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Kedudukan filsafat pendidikan islam dapat dilihat dari dua perspektif,
linier dan nonlinier. Secara linier, Filsafat Pendidikan
Islam dalam berupaya mengkaji bagaimana pemikiran filsafat islam dijabarkan
dalam dunia pendidikan islam. Filsafat pendidikan berada pada satu garis lurus
dengan filsafat islam. Secara nonlinier, Filsafat Pendidikan Islam
merupakan landasan filosofis bagi sebuah pelaksanaan dan proses pendidikan
islam.
Secara
keseluruhan, untuk mengetahui kedudukan Filsafat Pendidikan Islam Hasan
Langgulung menyebutkan beberapa asas atau landasan bagi pendidikan islam, yaitu
asas filosofis (Filsafat Pendidikan Islam), asas historis (Sejarah Pendidikan),
asas social (Sosiologi Pendidikan), asas ekonomi (Ekonomi Pedidikan), asas
psikologis (Psikologi Pendidikan).[13]
Selanutnya, Langgulung menjelaskan bahwa keenam asas ini merupakan ilmu
pengetahuan yang berdiri sendiri, semuanya merupakan system, dan Filsafat
Pendidikan Islam merupakan asas yang menentukan terhadap asas-asas yang lain.[14]
D.
SUMBER-SUMBER FILSAFAT ISLAM
Menurut
Abudin Nata bahwa Filsafat Pendidikan Islam bukanlah filsafat yang bercorak
liberal, bebas, dan tanpa batas etika, sebagaimana dijumpai pada filsafat
pendidikan pada umumnya. Filsafat pendidikan islam adalah filsafat yang
berdasarkan ajaran islam dan atau dijiwai oleh ajaran islam.[15]
Filsafat
pendidikan islam berdasarkan ajaran islam artinya sumber utama ajaran islam,
yaitu Al-Quran dan Sunnah senantiasa dijadikan landasan bagi Filsafat
Pendidikan Islam.
Berkaitan
dengan ini, Abdul-Rahman Salih Abdullah menyebutkan bahwa pakar Filsafat
Pendidikan Islam terbagi dalam dua kelompok. Pertama, mereka yang
mengadopsi konsep-konsep non islam dan memadukannya ke dalam pemikiran
pendidikan islam. Kedua, mereka yang senantiasa mengambil pandangan
Al-Quran dan Sunnah tentang pendidikan islam.
Namun, Toto Suharto menambahkan satu golongan lagi
yaitu kelompok Filsafat Pendidikan Islam Kritis, yaitu kelompok yang
berpandangan bahwa Filsafat Pendidikan Islam senantiasa mengambil
premis-premisnya berasal dari Al-Quran dan Sunnah, akan tetapi untuk membumikan
pandangan Al-Quran dan Sunnah tentang Pendidikan Islam, kelompok ini juga
mengambil konsep-konsep dari non islam.
E.
RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Ruang
Lingkup Filsafat Pendidikan Islam sama halnya dengan Obyek Filsafat Pendidikan
Islam. Obyek Filsafat Pendidikan Islam sama dengan Filsafat pada umumnya yaitu
menyangkup hal yang tampak dan tidak. Hal yang tampak meliputi dunia empiris
sedangkan yang tidak tampak meliputi alam metafisika. Adapun obyek formal
Filsafat Pendidikan Islam adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan
obyektif tentang pendidikan islam untuk dapat diketahui hakikatnya.
Dalam
konteks ini Obyek Filsafat Pendidikan Islam dibagi menjadi dua yaitu makro dan
mikro. Yang dimaksud makro adalah melihat filsafat pendidikan islam dari sudut
teoritis-filosofis, sedangkan maksud dari mikro adalah melihat obyek filsafat
pendidikan islam dari segi praktis-pragmatis dalam sebuah proses pelaksanaanya.
Secara
mikro, obyek kajian filsafat pendidikan islam adalah hal-hal merupakan faktor atau
komponen dalam proses pelaksanaan pendidikan. Faktor atau komponen pendidikan
ini umumnya ada lima, yaitu tujuan pendidikan, pendidik, anak didik, alat
pendidikan (kurikulum, metode, dan penilaian pendidikan) dan lingkungan
pendidikan.
Secara
makro, obyek kajian filsafat pendidikan islam adalah obyek formal filsafat itu
sendiri, yaitu mencari keterangan secara radikal mengenai Tuhan, manusia, dan
alam yang tidak dapat dijangkau oleh pengetahuan biasa. Filsafat pendidikan
juga mengkaji ketiga obyek ini berdasarkan ketiga cabangnya: ontologi,
epistemologi, dan aksiologi.[16]
F.
URGENSI DAN FUNGSI FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Menurut
Al-Syaibani, Filsafat pendidikan Islam berguna untuk:
1.
Membantu para perencana dan para pelaksana pendidikan untuk membentuk pemikiran
yang sehat tentang pendidikan.
2.
Asas untuk menentukan barbagai kebijakan pendidikan.
3.
Upaya menilai keberhasilan pendidikan.
4.
Sandaran bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia raktis pendidikan.
Pada
dasarnya, Filsafat Pendidikan Islam berfungsi mengarahkan dan memberikan
landasan pemikiran yang sistematik, mendalam, logis, universal, dan radikal
terhadap berbagai persoalan yang dihadapi pendidikan islam.
G.
PENDEKATAN STUDI FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Beberapa
metode pendekatan pengembangan Filsafat Pendidikan Islam yang diambil dari
beberapa sumber rujukan yaitu:
1.
Pendekatan Normatif
Yaitu,
melakukan studi filsafat pendidikan islam dengan jalan membangun, meramu, dan
memformulasi sebuah pemikiran dalam filsafat pendidikan islam dengan mencari
dasar-dasar doktrinal-teologisnya dari wahyu Al-Quran dan Sunnah.
2.
Pendekatan Historis
Yaitu,
mengkaji filsafat pendidikan islam berdasarkan urutan dan rentang waktu yang
terjadi di masa lampau.
3.
Pendekatan Bahasa (Linguistik)
Dalam
hal ini dibagi menjadi dua, yaitu
a.
Analisis Bahasa adalah usaha untuk mengadakan interpretasi yang menyangkut
pendapat atau pendapat-pendapat mengenai makna yang dimilikinya.
b.
Analisis Konsep adalah digunakan untuk menganalisis istilah-istilah atau
kata-kata yang mewakili gagasan atau konsep.
4.
Pendekatan Kontekstual
Yaitu,
pendekatan yang mencoba memahami filsafat pendidikan islam dalam konteks
sosial, politik, budaya, dan sebagainya dimana pendidikan islam itu berada.
5.
Pendekatan Filsafat Tradisional
Yaitu,
pendekatan yang berusaha mengkaji sistem-sistem atau aliran-aliran yang ada
didalamnya.
6.
Pendekatan Filsafat Kritis
Pendekatan
ini lebih bersifat keilmuan, tebuka, dan dinamis, yang berbeda dengan
aliran-aliran filsafat yang ideologis
7.
Pendekatan Hermeneutik
Pendekatan
ini digunakan dalam studi filsafat pendidikan islam bermaksud
menginterpretasikan sebuah teks yang berbicara mengenai pendidikan. Teks
tersebut dipahami mengenai konteksnya, mengapa ia muncul dan dalam situasi apa
ia lahir.
8.
Pendekatan Perbandingan
Pendekatan
ini digunakan untuk mencari kelebihan dan kekurangan dari dua buah pemikiran
filsafat pendidikan islam yang berbeda.
H.
PERBANDINGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DAN
FILSAFAT PENDIDIKAN BARAT
Berikut
beberapa perbandingan antara Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan
Barat:
1.
Filsafat Pendidikan Islam berdasarkan pada wahyu, sedangkan Filsafat
Pendidikan Barat berpijak pada humanistik murni dan filsafat pendidikan profan
yang mengandalkan rasionalitas.
2.
Filsafat Pendidikan Islam berusaha mengembangkan pandangan yang integral
antara yang profan dan sakral, sedangkan filsafat pendidikan barat hanya
mengembangkan aspek profan saja.
3.
Filsafat pendidikan islam memperhatikan dan mengembangkan semua aspek
kepribadian manusia, mulai dari hati hingga akal, sedangkan filsafat pendidikan
Barat hanya memperhatika akal saja.
4.
Ide-ide dan gagasan dalam filsafat pendidikan islam, selain bersifat
teoritik, juga bersifat relistik yang dapat diwujudkan dalam bentuk tingkah
laku. Adapun ide-ide atau gagasan filsafat pendidikan Barat sulit
ditransformasikan dalam bentuk action, apalagi sebagai pandangan hidup (way
of life).
[1] Fuad Hasan, “Beberapa Asa, Metodologi Ilmiah” dalam
Koentjaraningrat (ed), Metode-metode Penelitian Masyarakat, Cet. XIV,
(Jakarta: Gramedia, 1997) hal. 12.
[2] Koento Wibisono, “Filsafat ilmu dalam Islam” dalam M. Chabib Thaha
dkk. (eds), Reformasi Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996), hlm.9.
[3] Koento Wibisono, “Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Budaya”
Makalah materi kuliah filsafat Ilmu pada Program Pascasarjana IAIN Sunan
Kalijaga, 1998, hlm. 11.
[4] Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan: Pengantar ke Ilmu dan
Filsafat, Cet. I, (Jakarta, Rineka Cipta, 1991), hlm. 24-26.
[5] Konsep ini dikemukakan oleh Karl Raimund Popper sebagai reaksinya
atas epistemology positivism.
[6] Konsep ini dikemukakan oleh Thomas S. Kuhn ketika menyebutkan
adanya revolusi ilmiah dari sains-sains yang berparadigma sejarah “mekanis” ke
sains-sains revolusioner yang berparadigma sejarah “poshistoris”.
[7] Noeng Muhadkir, Filsafat Ilmu: Telaah Sistematis Fungsional
Komparatif, Cet. I (Yogyakarta: Rake Serasin, 1998), hlm. 49
[8] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, hlm. 33-35.
[9] Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Jilid I, Cet. II,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1967), hlm. 15
[10] Abdurrahman al-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan
Islam, Ter. Herry Noer Ali, Cet. I, (Bandung: Diponegoro, 1989), hlm. 41.
[11] Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, Ter.Salman Harun,
Cet. I, (Bandung: Al-Ma’arif, 1984), hlm. 27.
[12] Ali Khalil Abu Al-‘Ainain, Falsafah al-Tarbiyah Al-Islamiah fi
al-Qur’an Al-Karim, Cet. I (t.tp:Dar Al-Fikr al-Araby, 1980), hlm. 147-148.
[13] Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, hlm. 5-6.
[14] Ibid. hlm. 7-9
No comments:
Post a Comment