kolom iklan

Saturday, 19 January 2013

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM: TELAAH EPISTEMOLOGI ILMU



FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM:
TELAAH EPISTEMOLOGI ILMU
A.      PENGANTAR
                       Dorongan ingin tahu (curiosity) sebagai hasrat alamiah manusia merupakan  entry point bagi lahirnya suatu ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, lahirnya ilmu pengetahuan akan selalu diawali oleh rasa keingintahuan manusia akan segala sesuatu.[1] Apa yang diketahui manusia disebut pengetahuan. Ilmu yang mengkaji pengetahuan manusia disebut Filsafat Pengetahuan (Epistemology atau Theory of knowledge). Menurut Koento Wibisono, ilmu ini lair semenjak Immanuel kant (1724-1904) menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan secara tepat.[2]
                       Filsafat pengetahuan berfungsi menyelidiki dan mengkaji berbagai macam sumber pengetahuan. Di dalam Filsafat Pengetahuan, disebutkan sumber-sumber pengetahuan manusia, adalah akal, pancaindra, akal budi, dan intuisi. Manusia melalui sumber-sumber ini mengenal tiga model pengetahuan. Pertama, dengan secara sadar dan berkelanjutan orang menempuh cara untuk menguasai serta mengubah obyek melalui upaya-upaya konkret dan secara langsung menuju kearah kemajuan dan pembaruan. Kedua, dengan cara megasingkan diri secara fisik maupun rohani, orang bertapa di suatu tempat untuk mendapatkan wangsit yang dianggapnya sebagai petunjuk untuk mencapai tujuannya. Ketiga, dengan membungkus objek yang dijadikan sasaran, yaitu dengan memperindahnya ke sesuatu yang ideal sehingga terwujud apa yang disebut nilai-nilai seni, sastra, mitodologi yangbertmuatan etik atau moral.[3]

                       Model pertama disebut ilmiah, model kedua disebut nonilmiah, dan model ketiga disebut prailmiah.
                       Ilmu dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan (science) harus memenuhi enam syarat sebagai berikut.
1.       Mempunyai obyek tertentu yang akan dijadikan sasaran penyelidikan (obyek material) dan yang akan dipandang (obyek formal)
2.       Mempunyai metode tertentu sebagai sarana untuk menemukan, mengkaji, dan menyusun data.
3.       Responsible, artinya apa yang dipikirkan dan dihasilkannya dapat dipertanggungjawabkan dengan penalaran yang runtut.
4.       Segala sesuatu yang merupakan jawaban dari prose situ diletakkan dan disusun kembali dalam sebuah system.[4]
5.       Setiap ilmu pengetahuan selalu membuka diri untuk kondisi falsifikasi (pengecualian).[5]
6.       Ilmu pengetahuan memiliki paradigm ilmu yang dapat diterima semua kalangan.[6]
                       Pengetahuan ilmiah akan dapat menghasilkan kebenaran ilmiah, yaitu sebuah kebenaran yang diperoleh dengan sarana dan tatacara tertentu yang hasilnya dapat dikaji ulang oleh siapa pun dan kapan pun dengan kesimpulan yang sama.
                       Di dalam filsafat ilmu merupaka pengembangan dari filsafat ilmu pengetahuan yang memiliki tiga tiang pokok, yaitu ontology, epistemology, dan aksiologi.[7] Aspek ontologis keilmuan biasanya mempermasalahkan apa yang dikaji oleh sebuah ilmu pegetahuan. Aspek epistemologis yaitu mencoba menelaah ilmu pengetahuan dari segi sumber dan metode ilmu yang digunakan dalam rangka mencapai suatu kebenaran ilmiah. Aspek aksiologis suatu ilmu pengetahuan mempertanyakan untuk apa ilmu pengetahuan digunakan.[8]

B.      PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
                       Filsafat, falsafah atau philosofia secara harfiah berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Banyak sekali definisi-definisi yang diungkapkan para ahli mengenai apa definisi dari filsafat itu sendiri. Dalam konteks itu Toto Suharto lebih condong pada definisi yang diungkapkan oleh Sidi Gazalba yang mengartikan filsafat sebagai berfikir secara mendalam, sistematik, radikal, dan universaldalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat mengenai segala yang ada.[9] Dari pengertian ini, ada lima unsur yang mendasari ebuah pemikiran filsafat, yaitu:
1.       Filsafat sebuah ilmu pengethuan yang mengandalkan penggunaan akal (rasio) sebagai sumbernya.
2.       Tujuan filsafat adalah mencari kebenaran atau hakikat segala sesuatu yang ada.
3.       Obyek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada.
4.       Metode yang digunakan dalam berfikir filsafat adalah mendalam, sistematik, radikal, dan universal.
5.       Kebenaran yang dihasilkannya dapat diukur melalui kelogisannya.
                       Menurut Abdurrahman al-Nahlawi pendidikan islam merupakan suatu proses penataanindividual dan social yang dapat menyebabkan seseorag tunduk dan taat pada islam dan menerapkannya secara sempurna dalam kehidupan individu dan masyarakat.[10] Menurut Muhammad Quthb, pendidikan islam adalah usaha melakukan endekatan yang menyeluruh terhadap wujud manusia, baik segi jasmani maupu rohani, baik kehidupannya secara fisik maupun kehidupannya secara mental dalam melaksanakan kegiatannya  di bumi ini.[11]
                       Lima watak atau karakter pendidikan islam, yaitu:
1.       Pendidikan islam mencangkup semua aspek kehidupan manusia, baik berupa aspek fisik, mental, akidah, akhlak, emosional, estetika, maupun social.
2.       Pendidikan islam bermaksud meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat secara seimbang dan sama.
3.       Pendidikan islam bermaksud mengembangkan semua aktifitas manusia dalam interaksinya dengan orang lain, dengan menerakan prinsip integritas dan keseimbangan.
4.       Pendidikan islam dilaksanakan secara kontinu dan terus menerus tanpa batas waktu, mulai dari proses pembentukan janin dalam rahim sang ibu hingga meninggal dunia.
5.       Pendidikan islam melalui prinsip integritas, universal, dan keseimbangan bermaksud mencetak manusia yang memperkatikan nasibnya di dunia dan akhirat.[12]
Kelima watak diatas, Abu al-‘Ainain menyimpulkan bahwa pendidikan islam merupakan “sistem hidup yang sempurna”.
Definisi tentang filsafat pendidikan islam pun banyak sekali perbedaan di antara para pakar. Namun yang jelas filsafat pendidikan islam adalah kajia filosofis mengenai barbagai masalah pendidikan yang berlandaskan ajaran islam.

C.      KEDUDUKAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
                       Kedudukan filsafat pendidikan islam dapat dilihat dari dua perspektif, linier dan nonlinier. Secara linier, Filsafat Pendidikan Islam dalam berupaya mengkaji bagaimana pemikiran filsafat islam dijabarkan dalam dunia pendidikan islam. Filsafat pendidikan berada pada satu garis lurus dengan filsafat islam. Secara nonlinier, Filsafat Pendidikan Islam merupakan landasan filosofis bagi sebuah pelaksanaan dan proses pendidikan islam.
                       Secara keseluruhan, untuk mengetahui kedudukan Filsafat Pendidikan Islam Hasan Langgulung menyebutkan beberapa asas atau landasan bagi pendidikan islam, yaitu asas filosofis (Filsafat Pendidikan Islam), asas historis (Sejarah Pendidikan), asas social (Sosiologi Pendidikan), asas ekonomi (Ekonomi Pedidikan), asas psikologis (Psikologi Pendidikan).[13] Selanutnya, Langgulung menjelaskan bahwa keenam asas ini merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, semuanya merupakan system, dan Filsafat Pendidikan Islam merupakan asas yang menentukan terhadap asas-asas yang lain.[14]

D.      SUMBER-SUMBER FILSAFAT ISLAM
                       Menurut Abudin Nata bahwa Filsafat Pendidikan Islam bukanlah filsafat yang bercorak liberal, bebas, dan tanpa batas etika, sebagaimana dijumpai pada filsafat pendidikan pada umumnya. Filsafat pendidikan islam adalah filsafat yang berdasarkan ajaran islam dan atau dijiwai oleh ajaran islam.[15]
                       Filsafat pendidikan islam berdasarkan ajaran islam artinya sumber utama ajaran islam, yaitu Al-Quran dan Sunnah senantiasa dijadikan landasan bagi Filsafat Pendidikan Islam.
                       Berkaitan dengan ini, Abdul-Rahman Salih Abdullah menyebutkan bahwa pakar Filsafat Pendidikan Islam terbagi dalam dua kelompok. Pertama, mereka yang mengadopsi konsep-konsep non islam dan memadukannya ke dalam pemikiran pendidikan islam. Kedua, mereka yang senantiasa mengambil pandangan Al-Quran dan Sunnah tentang pendidikan islam.
Namun, Toto Suharto menambahkan satu golongan lagi yaitu kelompok Filsafat Pendidikan Islam Kritis, yaitu kelompok yang berpandangan bahwa Filsafat Pendidikan Islam senantiasa mengambil premis-premisnya berasal dari Al-Quran dan Sunnah, akan tetapi untuk membumikan pandangan Al-Quran dan Sunnah tentang Pendidikan Islam, kelompok ini juga mengambil konsep-konsep dari non islam.

E.       RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
                       Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam sama halnya dengan Obyek Filsafat Pendidikan Islam. Obyek Filsafat Pendidikan Islam sama dengan Filsafat pada umumnya yaitu menyangkup hal yang tampak dan tidak. Hal yang tampak meliputi dunia empiris sedangkan yang tidak tampak meliputi alam metafisika. Adapun obyek formal Filsafat Pendidikan Islam adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan obyektif tentang pendidikan islam untuk dapat diketahui hakikatnya.
                       Dalam konteks ini Obyek Filsafat Pendidikan Islam dibagi menjadi dua yaitu makro dan mikro. Yang dimaksud makro adalah melihat filsafat pendidikan islam dari sudut teoritis-filosofis, sedangkan maksud dari mikro adalah melihat obyek filsafat pendidikan islam dari segi praktis-pragmatis dalam sebuah proses pelaksanaanya.
                       Secara mikro, obyek kajian filsafat pendidikan islam adalah hal-hal merupakan faktor atau komponen dalam proses pelaksanaan pendidikan. Faktor atau komponen pendidikan ini umumnya ada lima, yaitu tujuan pendidikan, pendidik, anak didik, alat pendidikan (kurikulum, metode, dan penilaian pendidikan) dan lingkungan pendidikan.
                       Secara makro, obyek kajian filsafat pendidikan islam adalah obyek formal filsafat itu sendiri, yaitu mencari keterangan secara radikal mengenai Tuhan, manusia, dan alam yang tidak dapat dijangkau oleh pengetahuan biasa. Filsafat pendidikan juga mengkaji ketiga obyek ini berdasarkan ketiga cabangnya: ontologi, epistemologi, dan aksiologi.[16]

F.       URGENSI DAN FUNGSI FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
                       Menurut Al-Syaibani, Filsafat pendidikan Islam berguna untuk:
1.       Membantu para perencana dan para pelaksana pendidikan untuk membentuk pemikiran yang sehat tentang pendidikan.
2.       Asas untuk menentukan barbagai kebijakan pendidikan.
3.       Upaya menilai keberhasilan pendidikan.
4.       Sandaran bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia raktis pendidikan.  
                       Pada dasarnya, Filsafat Pendidikan Islam berfungsi mengarahkan dan memberikan landasan pemikiran yang sistematik, mendalam, logis, universal, dan radikal terhadap berbagai persoalan yang dihadapi pendidikan islam.

G.     PENDEKATAN STUDI FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
                       Beberapa metode pendekatan pengembangan Filsafat Pendidikan Islam yang diambil dari beberapa sumber rujukan yaitu:
1.       Pendekatan Normatif
Yaitu, melakukan studi filsafat pendidikan islam dengan jalan membangun, meramu, dan memformulasi sebuah pemikiran dalam filsafat pendidikan islam dengan mencari dasar-dasar doktrinal-teologisnya dari wahyu Al-Quran dan Sunnah.
2.       Pendekatan Historis
Yaitu, mengkaji filsafat pendidikan islam berdasarkan urutan dan rentang waktu yang terjadi di masa lampau.
3.       Pendekatan Bahasa (Linguistik)
Dalam hal ini dibagi menjadi dua, yaitu
a.       Analisis Bahasa adalah usaha untuk mengadakan interpretasi yang menyangkut pendapat atau pendapat-pendapat mengenai makna yang dimilikinya.
b.      Analisis Konsep adalah digunakan untuk menganalisis istilah-istilah atau kata-kata yang mewakili gagasan atau konsep.
4.       Pendekatan Kontekstual
Yaitu, pendekatan yang mencoba memahami filsafat pendidikan islam dalam konteks sosial, politik, budaya, dan sebagainya dimana pendidikan islam itu berada.
5.       Pendekatan Filsafat Tradisional
Yaitu, pendekatan yang berusaha mengkaji sistem-sistem atau aliran-aliran yang ada didalamnya.
6.       Pendekatan Filsafat Kritis
Pendekatan ini lebih bersifat keilmuan, tebuka, dan dinamis, yang berbeda dengan aliran-aliran filsafat yang ideologis
7.       Pendekatan Hermeneutik
Pendekatan ini digunakan dalam studi filsafat pendidikan islam bermaksud menginterpretasikan sebuah teks yang berbicara mengenai pendidikan. Teks tersebut dipahami mengenai konteksnya, mengapa ia muncul dan dalam situasi apa ia lahir.
8.       Pendekatan Perbandingan
Pendekatan ini digunakan untuk mencari kelebihan dan kekurangan dari dua buah pemikiran filsafat pendidikan islam yang berbeda.

H.     PERBANDINGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DAN FILSAFAT PENDIDIKAN BARAT
                       Berikut beberapa perbandingan antara Filsafat Pendidikan Islam dan Filsafat Pendidikan Barat:
1.       Filsafat Pendidikan Islam berdasarkan pada wahyu, sedangkan Filsafat Pendidikan Barat berpijak pada humanistik murni dan filsafat pendidikan profan yang mengandalkan rasionalitas.
2.       Filsafat Pendidikan Islam berusaha mengembangkan pandangan yang integral antara yang profan dan sakral, sedangkan filsafat pendidikan barat hanya mengembangkan aspek profan saja.
3.       Filsafat pendidikan islam memperhatikan dan mengembangkan semua aspek kepribadian manusia, mulai dari hati hingga akal, sedangkan filsafat pendidikan Barat hanya memperhatika akal saja.
4.       Ide-ide dan gagasan dalam filsafat pendidikan islam, selain bersifat teoritik, juga bersifat relistik yang dapat diwujudkan dalam bentuk tingkah laku. Adapun ide-ide atau gagasan filsafat pendidikan Barat sulit ditransformasikan dalam bentuk action, apalagi sebagai pandangan hidup (way of life).



[1] Fuad Hasan, “Beberapa Asa, Metodologi Ilmiah” dalam Koentjaraningrat (ed), Metode-metode Penelitian Masyarakat, Cet. XIV, (Jakarta: Gramedia, 1997) hal. 12.
[2] Koento Wibisono, “Filsafat ilmu dalam Islam” dalam M. Chabib Thaha dkk. (eds), Reformasi Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm.9.
[3] Koento Wibisono, “Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan dan Budaya” Makalah materi kuliah filsafat Ilmu pada Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga, 1998, hlm. 11.
[4] Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan: Pengantar ke Ilmu dan Filsafat, Cet. I, (Jakarta, Rineka Cipta, 1991), hlm. 24-26.
[5] Konsep ini dikemukakan oleh Karl Raimund Popper sebagai reaksinya atas epistemology positivism.
[6] Konsep ini dikemukakan oleh Thomas S. Kuhn ketika menyebutkan adanya revolusi ilmiah dari sains-sains yang berparadigma sejarah “mekanis” ke sains-sains revolusioner yang berparadigma sejarah “poshistoris”.
[7] Noeng Muhadkir, Filsafat Ilmu: Telaah Sistematis Fungsional Komparatif, Cet. I (Yogyakarta: Rake Serasin, 1998), hlm. 49
[8] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, hlm. 33-35.
[9] Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Jilid I, Cet. II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), hlm. 15
[10] Abdurrahman al-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam, Ter. Herry Noer Ali, Cet. I, (Bandung: Diponegoro, 1989), hlm. 41.
[11] Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, Ter.Salman Harun, Cet. I, (Bandung: Al-Ma’arif, 1984), hlm. 27.
[12] Ali Khalil Abu Al-‘Ainain, Falsafah al-Tarbiyah Al-Islamiah fi al-Qur’an Al-Karim, Cet. I (t.tp:Dar Al-Fikr al-Araby, 1980), hlm. 147-148.
[13] Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam, hlm. 5-6.
[14] Ibid. hlm. 7-9
[15] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, (Jakarta: Logos, 1997), hlm. 15.
[16] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, hlm. 16

No comments:

Post a Comment