PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Persoalan
menuduh seseorang sebagai pemerkosa atau penzina adalah kesalahan yang serius
dalam Islam. Malahan Islam membuat kehormatan pada salah satu dari lima
kebutuhan dasar yang mesti dijaga dalam Islam. Manakala sesuatu tuduhan zina
pada seseorang tanpa barang bukti adalah salah satu dari tujuh dosa besar. Hal
ini disebutkan dalam al-Qur’an surat an-nur ayat 23;
Berkaitan
dengan perbuatan ini, Nabi Muhammad s.a.w. bersabda dalam hadits dari Abu
Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim juga agar kaum muslimin
sangat berhati-hati dalam melemparkan tuduhan keji atau tuduhan zina. Sehingga
hukum hududpun seharusnya ditinggalkan tanpa adanya bukti dan saksi yang sahih.
Artinya
: “Tinggalkan hudud karena perkara-perkara yang syubhat atau yang masih
samar-samar”.
Dan
ayat diatas juga membebaskan Aisyah RA dari tuduhan zina.
َعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ:
( لَمَّا نَزَلَ عُذْرِي, قَامَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَلَى اَلْمِنْبَرِ,
فَذَكَرَ ذَلِكَ وَتَلَا اَلْقُرْآنَ, فَلَمَّا نَزَلَ أَمَرَ بِرَجُلَيْنِ وَاِمْرَأَةٍ
فَضُرِبُوا اَلْحَدَّ ) أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ
وَالْأَرْبَعَةُ
Yang artinya:
“'Aisyah
berkata: Ketika turun ayat yang membebaskanku (dari tuduhan melakukan
penyelewengan), Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdiri di atas
mimbar. Lalu beliau menuturkan hal itu dan membaca al-Qur'an. Setelah turun
beliau memerintahkan dua orang laki-laki dan seorang perempuan agar dipukul
dengan cambuk. Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Bukhari juga memberikan isyarat.”
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian Qadzaf?
2.
Apa unsur-unsur Qadzaf?
3.
Bagaimana pembuktian untuk Jarimah Qadzaf?
4.
Apa hukuman untuk Jarimah Qadzaf?
5.
Apa hal-hal menggugurkan Hukuman?
C.
TUJUAN PEMBAHASAN
1.
Untuk mengetahui pengertian
dari Qodzaf.
2.
Untuk mengetahui
unsure-unsur Qadzaf.
3.
Untuk mengetahui pembuktian
untuk jarimah Qadzaf.
4.
Untuk mengetahui hukuman
untuk jarimah qadzah.
5.
Untuk mengetahui hal-hal
yang menggugurkan hukuman qadzaf
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN QADZAF
Qadzaf
dalam arti bahsa adalah الر مي
بالحجارة ونحوها artinya melempar dengan batu dan lainnya.
Qadzaf
dalam istilah syara’ ada dua macam yaitu:
1.
Qadzaf yang diancam dengan hukuman had, dan
2.
Qadzaf yang diancam hukuaman ta’zir.
Pengertian
qadzaf yang diancam dengan hukuman had adalah:
رمي المحصن با لزنا أونفي نسبه
Menuduh orang yang muhshan dengan tuduhan
berbuat zina atau dengan tuduhan yang menghilangkan nasabnya.
Sedangkan arti qadzaf yang diancam dengan
hukuman ta’zir adalah:
الرمى بغير الزنا أونفي النسب سواء كان من رمى
محصنا أوغير محصن
Menuduh dengan tuduhan selain berbuat zina atau
selain menghilangkan nasabnya, baik orang yang dituduh itu muhshan maupun ghair
muhshan.
Dari definisi qadzaf ini, Abdur Rahman
Al-Jaziri mengatakan sebagai berikut:
القذ ف عبارة أن يتهم شحص أخر بالزنا صريحا أودلا
لة
Qadzaf adalah suatu ungkapan tentang penuduhan
seseorang kepada orang lain dengan tuduhan zian, baik dengan menggunakan lafaz
yang sharih (tegas) atau secara dilalah (tidak jelas)
B. UNSUR-UNSUR QADZAF
Unsur-unsur qadzaf ada tiga macam, yaitu
sebagai berikut:
1.
Adanya tuduhan zina atau menghilangkan nasab
Unsur
ini dapat terpenuhi apabila pelaku menuduh korban dengan tuduhan melakukan zina
atau tuduhan yang menghilangkan nasabnya, dan ia (pelaku penuduh) tidak mampu
membuktikan yang dituduhkannya.
Tuduhan
zina kadang-kadang menghilangkan nasab korban dan kadang-kadang tidak.
Kata-kata seperti ياابن الزنا “Hai anak zina”,
menghilangkan nasab anaknya dan sekaligus menuduh ibunya berbuat zina.
Sedangkan kata-kata seperti يازانى “Hai pezina” hanya menuduh zina saja dan tidak
menghilangkan nasab atau keturunannya.
2.
Orang yang dituduh harus orang muhshan
Dasar
hukum tentang syarat ihsan untuk maqzuf (orang yang tertuduh) adalah:
a.
Surat An-Nuur ayat 23
Artinya: sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang
baik- baik yang lengah, lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di
dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar. (Qs. An-Nuur: 23)
3.
Adanya niat melawan hokum
Unsur
melawan hukum dalam jarimah qadzaf dapat terpenuhi apabila seseorang menuduh
orang lain dengan tuduhan zina atau menghilangkan nasabnya, padahal ia tahu
bahwa apa yang dituduhkannya tidak benar. Dan seseorang dianggap mengetahui
ketidakbenaran tuduhan apabila ia tidak mampu membuktikan kebenaran tuduhannya.
Ketentuan
ini didasarkan kepada ucapan Rasulullah saw. Kepada Hilal ibn Umayyah ketia ia
menuduh istrinya berzina dengan Syarik ibn Sahma’:
َوَعَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: ( أَوَّلَ لِعَانٍ كَانَ فِي اَلْإِسْلَامِ أَنَّ شَرِيكَ
بْنُ سَمْحَاءَ قَذَفَهُ هِلَالُ بْنُ أُمَيَّةَ بِاِمْرَأَتِهِ, فَقَالَ لَهُ رَسُولُ
اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اَلْبَيِّنَةَ وَإِلَّا فَحَدٌّ فِي ظَهْرِكَ ) اَلْحَدِيثَ أَخْرَجَهُ أَبُو يَعْلَي, وَرِجَالُهُ
ثِقَاتٌ
“Datanglah saksi, apabila tidak bisa mendatangkan saksi maka
hukuman had akan dikenakan kepada kamu” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’ la)
Atas
dasar inilah jumhur fuqaha berpendapat bahwa apabila saksi dalam jarimah zina
kurang dari empat orang maka mereka dikenai hukuman had sebagai penuduh,
walaupun menurut sebagian yang lain mereka tidak dikenai hukuman had, selama
mereka betul-betul bertindak sebagai saksi.
C. PEMBUKTIAN UNTUK JARIMAH QADZAF
1.
Persaksian
Persaksian
Jarimah Qadzaf dapat dibuktikan dengan persaksian dan persyaratan persaksian
dalam masalah qadzaf sama dengan persyaratan persaksian dalam kasus zina. Bagi
orang yang menuduh zina itu dapat mengambil beberapa kemungkinan, yaitu:
a.
Memungkiri tuduhan itu dengan mengajukan persaksian cukup satu
orang laki-laki atau perempuan.
b.
Membuktikan bahwa yang dituduh mengakui kebenaran tuduhan dan untuk
ini cukup dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan.
c.
Membuktikan kebenaran tuduhan secara penuh dengan mangajukan empat
orang saksi.
d.
Bila yang dituduh itu istrinya dan ia menolak tuduhannya maka suami
yang menuduh itu dapat mengajukan sumpah li’an.
2.
Pengakuan
Pengakuan
Yakni si penuduh mengakui bahwa telah malakukan tuduhan zina kepada seseorang.
Menurut sebagian ulama, kesaksian terhadap orang yang melakukan zina harus
jelas, seperti masuknya ember ke dalam sumur (kadukhulid dalwi ilal bi’ri). Ini
menunjukkan bahwa jarimah ini sebagai jarimah yang berat seberat derita yang
akan ditimpahkan bagi tertuduh, seandainya tuduhan itu mengandung kebenaran
yang martabat dan harga diri seserang. Para hakim dalam hal ini dituntut untuk
ekstra hati-hati dalam menanganinya, baik terhadap penuduh maupun tertuduh.
Kesalahan berindak dalam menanganinya akan berakibat sesuatu yang tak
terbayangkan.
3.
Sumpah
Dengan
Sumpah Menurut Imam Syafi’i jarimah qadzaf bisa dibuktikan dengan sumpah
apabila tidak ada saksi dan pengakuan. Caranya adalah orang yang dituduh
(korban) meminta kepada orang menuduh (pelaku) untuk bersumapah bahwa ia tidak
melakukan penuduhan. Apabila penuduh enggan untuk bersumpah maka jarimah qadzaf
bisa dibuktikan dengan keengganannya untuk sumpah tersebut. Demikian pula
sebaliknya, penuduh (pelaku) bisa meminta kepada orang yang dituduh (korban)
bahwa penuduh benar malakukan penuduhan. Apabila orang yang dituduh enggan
melakukan sumpah maka tuduhan dianggap benar dan penuduh dibebaskan dari
hukuman had qadzaf.
Akan
tetapi Imam Malik dan Imam Ahmad tidak membenarkan pembuktian dengan sumpah,
sebagaimana yang di kemukakan oleh madzhab Syafi’i. sebagian ulama Hanafiyah
pendapatnya sama dengan madzhab Syafi’i
D. HUKUMAN
UNTUK JARIMAH QADZAF
Hukuman untuk jarimah qadzaf ada dua macam,
yaitu sebagai berikut.
1.
Hukuman pokok, yaitu jilid atau dera sebanyak delapan puluh kali,
hukuman ini merupakan hukuman had, yaitu hukuman yang sudah ditetapkan oleh
syara, sehingga ulil amri tidak mempunyai hak untuk memberikan pengampunan.
Adapun bagi orang yang dituduh, para ulama berbeda pendapat. Menurut mazhab
Syafii, orang yang dituduh berhak memberikan pengampunan, karena hak manusia
lebih dominan dari pada hak Allah. Sedangkan menurut mazhab Hanafi bahwa korban
tidak berhak memberikan pengampunan, karena di dalam jarimah qadzaf hak Allah
lebih dominan dari pada hak manusia.
2.
Hukuman tambahan, yaitu tidak diterima persaksiannya
Kedua
macam hukuman tersebut didasarkan kepada firman Allah dalam Surah An-Nuur ayat
4: yang artinya:
“Dan
orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik (berzina) dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka delapan puluh kali,
dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah
orang-orang yang fasik”
3.
Untuk budak maka
hukuman separuh dari hukuman orang merdeka.
َوَهُوَ فِي اَلْبُخَارِيِّ
نَحْوُهُ مِنْ حَدِيثِ اِبْنِ عَبَّاسٍ. - وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَامِرٍ
بْنِ رَبِيعَةَ قَالَ: ( لَقَدْ أَدْرَكَتُ أَبَا بَكْرٍ, وَعُمَرَ, وَعُثْمَانَ رَضِيَ
اَللَّهُ عَنْهُمْ, وَمِنْ بَعْدَهُمْ, فَلَمْ أَرَهُمْ يَضْرِبُونَ اَلْمَمْلُوكَ
فِي اَلْقَذْفِ إِلَّا أَرْبَعِينَ ) رَوَاهُ مَالِكٌ, وَالثَّوْرِيُّ فِي
جَامِعِهِ
Dalam kitab
Bukhari ada hadits serupa dari Ibnu Abbas r.a, Abdullah Ibnu Amir Ibnu Rabi'ah
berkata: Aku telah mengalami masa khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman dan
setelahnya, namun aku tidak melihat mereka mencambuk hamba karena menuduh
(berbuat zina) kecuali dengan empat puluh cambukan. Riwayat Malik dan Tsauri
dalam kitab Jami'nya.
E. HAL-HAL YANG MENGGUGURKAN QADZAF
Had qadzaf bisa gugur bila si penuduh dapat
mendatangkan empat orang saksi, karena dengan adanya para saksi itu berarti
alternative negative yang mengharuskan had menjadi lenyap. Jika demikian, maka
si tertuduh harus dihadd karena berzina. Demikian juga bila si tertuduh itu
mengaku berzina atau mengaku atas kebenaran tuduhan penuduhnya.
Jika seorang istri menuduh zina suaminya, maka
ia harus di- had bila syarat-syarat untuk menjatuhkan had itu sudah terpenuhi.
Akan tetapi, jika suami menuduh zina kepada istrinya dan ia tidak dapat
mendatangkan bukti-bukti, maka ia tidak dapat dijatuhi had, hanya saja ia harus
bersumpah li’an, apabila si suami tidak dapat mendatangkan bukti-bukti dan juga
tidak mau bersumpah li’an, maka ia pun harus dijatuhi had qadzaf.
Terlepas dari pembahasan diatas Rosulullah SAW.
Melarang umatnya untuk menuduh budaknya berzina.
َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( مِنْ قَذْفَ مَمْلُوكَهُ
يُقَامُ عَلَيْهِ اَلْحَدُّ يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ, إِلَّا أَنْ يَكُونَ كَمَا قَالَ
) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa menuduh hambanya berzina, ia akan
dihukum pada hari kiamat, kecuali jika hamba itu melakukan sebagaimana yang ia
katakan." Muttafaq Alaihi.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
Hukuman untuk jarimah qadzaf ada dua macam, yaitu sebagai berikut.
1.
Hukuman pokok, yaitu jilid atau dera sebanyak delapan puluh kali,
hukuman ini merupakan hukuman had, yaitu hukuman yang sudah ditetapkan oleh
syara, sehingga ulil amri tidak mempunyai hak untuk memberikan pengampunan.
Adapun bagi orang yang dituduh, para ulama berbeda pendapat. Menurut mazhab
Syafii, orang yang dituduh berhak memberikan pengampunan, karena hak manusia
lebih dominan dari pada hak Allah. Sedangkan menurut mazhab Hanafi bahwa korban
tidak berhak memberikan pengampunan, karena di dalam jarimah qadzaf hak Allah
lebih dominan dari pada hak manusia.
2.
Hukuman tambahan, yaitu tidak diterima persaksiannya
Sedangkan
pembuktiannya untuk jarimah qadzaf adalah dengan saksi, pengakuan, dan sumpah
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana
Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005
2.
Imam Hasan al-Banna, Fiqih Sunnah Jilid 3,
Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007
3.
Bulughul Maram
4.
Alqur’an dan Terjemah
No comments:
Post a Comment