kolom iklan

Wednesday 10 October 2012

Metode Ijtihad



BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Ketika Nabi Saw akan mengutus Mu’adz ibn Jabl (w. 18 H/629 M) ke Yaman untuk bertindak sebagai hakim, beliau bertanya kepada Mu’adz: “Apa yang akan kau lakukan jika kepadamu diajukan suatu perkara yang harus diputuskan?, Mu’adz menjawab: “Aku akan memutuskannya berdasarkan ketentuan yang termaktub di dalam Kitab Allah (Al-Qur’an)“ Nabi bertanya lagi : “Bagaimana jika didalam Kitab Allah tidak terdapat ketentuan tersebut?” Mu’adz menjawab: “Dengan berdasarkan Sunnah Rasulullah Saw” Nabi bertanya lagi: “Bagaimana jika ketentuan tersebut tidak terdapat pula didalam Sunnah Rasulullah” Mu’adz menjawab “Aku akan berijtihad dengan pikiranku, aku tidak akan membiarkan suatu perkara pun tanpa putusan, lalu Mu’adz mengatakan: “Rasulullah kemudian menepuk dadaku seraya mengatakan: “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufiq kepada utusanku untuk hal yang melegakanku.

Dari Hadis tersebut di atas, diperoleh kesimpulan, bahwa sumber-sumber hukum Islam adalah al-Quran dan Sunnah, dalam al-Quran dan Sunnah tidak terdapat ketentuan hukum sesuatu, maka diusahakan hukumnya melalui ijtihad. Karena itu dalam sejarah pemikiran Islam, ijtihad banyak digunakan. Hakikat ajaran al-Quran dan hadis memang menghendaki digunakannya ijtihad. Ayat-ayat al-Quran yang jumlahnya lebih dari 6300, hanya lebih kurang 500 ayat, menurut perkiraan ulama, yang berhubungan dengan aqidah, ibadah dan muamalah. Ayat-ayat tersebut, pada umumnya berbentuk ajaran-ajaran dasar tanpa penjelasan lebih Ianjut mengenai maksud, rincian, cara pelaksanaannya dan sebagainya, untuk itu ayat- ayat tersebut perlu dijelaskan oleh orang-orang yang mengetahui al-Quran dan hadits, yaitu pada mulanya sahabat Nabi dan para Ulama. Penjelasan oleh para sahabat Nabi dan para Ulama itu diberikan melalui ijtihad.
B.      RUMUSAN MASALAH
1.       Apa definisi dari metode ijtihad?
2.       Apa langkah-langkah seorang mujtahid dalam menghasilkan hukum islam?
3.       Bagaimana metode ijtihad yang ditempuh oleh empat imam madzhab?
C.      TUJUAN PEMBAHASAN
1.       Untuk mngetahui metode ijtihad.
2.       Untuk mengetahui langkah-langkah seorang mujtahid dalam menghasilkan hokum islam.
3.       Untuk mengetahui metode ijtihad yang ditempuh oleh empat imam madzhab.











BAB II
PEMBAHASAN
A.      DEFINISI METODE IJTIHAD
Metode ijthad yang dimaksud dalam bahasan ini adalah thoriqoh , yaitu jalan atau cara yang harus dilakukan oleh seorang mujtahid dalam memahami, menemukan, dan merumuskan hokum syara’.
B.      LANGKAH MUJTAHID DALAM MENGHASILKAN HUKUM ISLAM
Dari pengertian ijtihad di atas, ushul fiqh membahas tentang langkah yang harus dilakukan oleh seorang mujtahid. Hadits yang populer tentang dialog Nabi dengan Muadz bin Jabal ketika diutus Nabi ke Yaman untuk menjadi Hakim, merukapakan dasar dari langkah ijtihad. Langkah Muadz bin Jabal dalam menghadapi suatu masalah hokum adalah pertama, mencari dalam Al-Quran. Kedua, jika tidak ditemukan dalam Al-Quran, ia mencarinya dalam sunah Nabi. Ketiga, bila dalam sunah tidak ditemukan, maka ia menggunakan akal (ro’yu).
Kronologis langkah yang dilakukan oleh Muadz bin Jabal itu diikuti pula oleh ulama yang datang sesudahnya, termasuk imam madzhab yang populer. Namun mereka berbeda dalam memahami Al-quran, sunah, dan kadar penggunaan akal dalam menetakan hokum . perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan dalam menetapkan hokum fiqh.
Di bawah ini langkah-langkah yang ditempuh mujtahid dalam istimbath hokum.
1.       Langkah pertama yang harus dilakukan mujtahid adalah merujuk pada Al-Quran. Bila menemukan dalil atau petunjuk yang umum dan dzahir, maka si mujtahid harus mencari penjelasannya, baik dalam bentuk lafadz khas yang akan mentakhsiskan, lafadz muqoyyad yang menjelaskan kemutlakannya, qorinah (petunjuk) yang akan menjelaskan maksudnya.
2.       Kalau tidak ditemukan dalam hukumnya dalam Al-Quran, mujtahid melangkah ke tahap berikutnya yaitu merujuk kepada sunah Nabi. Mula-mula mujtahid mencarinya dari sunah yang mutawatir, kemudian dari sunah yang tingkat keshahihannya berada di bawah mutawatir.  Bila tidak ditemukan dari yang tersurat dalam hadits, mujtahid mencarinya dari apa yang tersirat di balik lafadz itu.
3.       Langkah selanjutnya, mujtahid mencarinya dari ulama shahabat. Bila dari sini ia menemukan hokum, maka ia menetapkan hokum menurut apa yang telah disepakati ulama shahabat tersebut. Kesepakatan ulama tersebut dinamai ijma’.
4.       Bila tidak ada kesepakatan ulama shahabat tentang hokum yang dicarinya, maka mujtahid menggunakan segenap kemampuan daya dan ilmunya untuk menggali dan menemukan hokum Allah yang ia yakini pasti ada, kemudian merumuskannya dalam formulasi hokum yang disebut fiqh.
Meskipun secara prinsip ulama mujtahid sependapat dalam penggunaan empat sumber diatas, namun dalam penempatan urutan penggunaannya terdapat perbedaan pendapat. Misalnya dalam hal apakah ijma’ harus didahulukan atas hadits ahad atau sebaliknya dan apakah ijma’ didahulukan dari pada qiyas atau sebaliknya.

C.      METODE IJTIHAD YANG DITEMPUH EMPAT IMAM MADZHAB
Di samping empat rujukan diatas (Al-Qran, sunah, ijma’ dan Qiyas) yang disepakati secara prinsip, diantara ulama mujtahid ada yang menggunakan cara-cara lain secara tersendiri yang antara seorang mujtahid dengan yang lainnya belum tentu sama. Ide dan cara yang digunakan oleh seorang mujtahid diluar empat rujukan diatas ada yang diikuti oleh mujtahid lain dan banyak pula mujtahid lain yang menolaknya. Perbedaan dalam segi yang disebutkan diatas menyebabkan hasil ijtihad temuan setiap mujtahid pun terdapat perbedaan dan masing-masing diikuti oleh orang-orang yang menganggapnya benar.
Dalam beberapa literature ushul fiqh, dirumuskan mengenai metode ijtihad yang ditempuh oleh empat imam madzhab, yaitu:
1.       Metode ijtihad Imam Abu Hanifah adalah dengan mencarinya dalam Al-quran dan sunah dengan caranya yang ketat dan hati-hati, pendapat shahabat, qiyas dalam pengunaanya yang luas, istihsan. Tidak disebutkannya ijma’ dalam rumusan itu bukan berarti Abu Hanifah menolak ijma’ tetapi menggunakan ijma’ shahabat yang tergambar dalam ucapannya diatas.
2.       Metode ijtihad Imam Malik adalah dengan menggunakan langkah sebagai berikut: Al-Quran, sunah, amalan ahli Madinah, mashlahat mursalah, qiyas, dan saddu dzari’ah. Amalan ahli Madinah disini berarti ijma’ dalam arti yang umum.
3.       Metode ijtihad Imam Syafii adalah dengan menggali Al-quran, sunah yang shahih, meskipun lewat periwayatan perseorangan (ahad), ijma’ seluruh mujtahid umat islam dan qiyas. Al-quran dan sunah dijadikannya satu level sedangkan ijma’ shahabat lebih kuat dari pada ijma’ ulama dalam artian umum. Langkah terakhir uyang dilakukan adalah istishab.
4.       Metode ijtihad Ahmad bin Hanbal adalah mula-mula mencarinya dalam Al-quran dan sunah, kemudian dalam fatwa shahabat, kemudian memilih diantara fatwa shahabat bila diantara fatwa tersebut terdapat beda pendapat, selanjutnya mengambil hadits mursal dan hadits yang tingkatnya diperkirakan lemah, baru terakhir menempuh jalan qiyas.















BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
1.       Metode ijthad yang dimaksud dalam bahasan ini adalah thoriqoh , yaitu jalan atau cara yang harus dilakukan oleh seorang mujtahid dalam memahami, menemukan, dan merumuskan hokum syara’.
2.       Langkah-langkah mujtahid dalam merumuskan hokum islam yaitu:
a.       Menggalinya dalam Al-quran
b.      Menggalinya dalam hadits bila tidak ada dalam al-quran
c.       Menggunakan ijma’ bila tidak ditemukan dalam hadits
d.      Ro’yu (penggunaan akal)
3.       Metode ijtihad yang ditempuh empat imam madzhab yaitu:
a.       Imam Hanafi menggali hokum lewat: Al-Quran, sunah, pendapat sahabat, qiyas, dan istihsan.
b.      Imam Maliki menggali hokum melalui: Al-Quran, sunah, amal ahli Madinah, maslahat mursalah, qiyas,dan  saddu dzari’ah.
c.       Imam Syafii menggali hokum melalui: Al-Quran, sunah, ijma’ , qiyas, dan istishab.
d.      Imam Habali menggali hokum melalui: Al-Quran, sunah, fatwa sahabat, hadits mursal, qiyas.



No comments:

Post a Comment