IMPLEMENTASI
PEMBELAJARAN KITAB KUNING SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA
DI MADRASAH DINIAH SIROJUTH THOLIBIIN BACEM SUTOJAYAN BLITAR
DI MADRASAH DINIAH SIROJUTH THOLIBIIN BACEM SUTOJAYAN BLITAR
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pesantren
merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara
nonklasikal, dimana seorang kyai mengajarkan ilmu agama islam kepada
santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa arab oleh Ulama
abad pertengahan, dan para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam
pesantren tersebut.[1]
Kemudian secara antropologi social Dhofier menyebutkan lima elemen bagi lembaga
pendidikan tradisional atau yang disebut pesantren ini yaitu adanya pondok,
masjid, santri, pengajaran kitab-kitab islam klasik, dan kyai.[2]
Pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional memiliki watak yang utama,
yaitu sebagai lembaga pendidikan yang memiliki ciri-ciri khas. Karena pesantren
memiliki tradisi keilmuan yang berbeda dengan tradisi keilmuan lembaga-lembaga
lainnya, seperti madrasah atau sekolah.[3]Salah
satu dari ciri utama pesantren adalah sebagai pembeda dengan lembaga keilmuan
yang lain adalah kitab kuning, yaitu kitab-kitab islam klasik yang ditulis
dalam bahasa Arab baik yang ditulis tokoh muslim Arab maupun para pemikir
Muslim Indonesia.[4]
Di era globalilasi ini pesantren dianggap sebagai sebagai tempat yang dominan untuk pembentukan karakter yang ideal. Mengingat moral anak bangsa yang menurun, sehingga sering kali kita melihat diberbagai media masa tentang perilaku yang menyimpang yang dilakukan oleh anak bangsa khususnya. Anak yang berada dalam masa puber serta belum memahami agama Islam dan fenomena tersebut terjadi di sekolahan lanjutan pertama dengan didukungnya mata pelajaran tentang keagamaannya sangat kurang maksimal. Anak akan mudah terjerumus pada perbuatan dosa dan perbuatan maksiat lainnya. Keadaan semacam ini juga dapat menjadi penyebab utama kemerosotan moral, pergaulan bebas, penggunaan obat-obat terlarang, pemerkosaan, pembunuhan, dan berbagai bentuk kejahatan yang kebanyakan dilakukan oleh generasi yang kurang pemahamannya tentang akhlak, kurangnya pendidikan akhlak serta pembinaan akhlak pada anak.
Melihat
fenomena diatas, penulis tertarik untuk membuat penelitian dengan judul IMPLEMENTASI
PEMBELAJARAN KITAB KUNING DI PESANTREN SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN KARAKTER
BANGSA sebagai tugas mata kuliah Metode Penelitian Pendidikan semester
V STIT AL-MUSLIHUUN Tlogo Kanigoro Blitar.
B. RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
pada latar belakang tersebut maka peneliti akan merumuskan masalah sebagai
berikut:
Bagaimana
implementasi pembelajaran kitab kuning sebagai upaya pembentukan karakter
bangsa di Madrasah Diniyah sirojuth Tholibiin Bacem Sutojayan?
C. TUJUAN
PENELITIAN
1. Untuk
mengetahui bentuk pembinaan akhlak di MADIN Sirojuth Tholibiin Bacem sutojayan
2. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan positif kepada pihak-pihak
yang bergerak dalam dunia pendidikan, khususnya yang mengenai akhlak/karakter.
D. KEGUNAAN
PENELITIAN
Dalam
pelaksanaan penelitian ini penulis beharap hasilnya dapat bermanfaat bagi:
1. Pihak
Madrasah
Sebagai bahan informasi, pertimbangan,
dan acuan kerangka berpikir bagi pengelolaan sekolah demi tercapainya tujuan
pendidikan sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat, bangsa dan negara.
2. Pihak
Guru atau Pengajar
Dapat menambah wawasan dan sebagai bahan
evaluasi tambahan untuk kesempurnaan dan perbaikan sistem dan metode pengajaran
yang akan datang.
3. Bagi
Penulis
Untuk menambah wawasan tentang peranan
kitab kuning dalam dalam pembentukan karakter santri.
E. BATASAN
ISTILAH
Batasan
istilah perlu ditulis dalam penulisan ini supaya tidak terjadi kesalahpahaman
dalam memahami karya tulis ini
1. Implementasi
Dalam Kamus Bahasa Indonesia Lengkap
disebutkan, “Implementasi (n): penerapan, pelaksanaan”.[5]
Yang dimaksud dengan implementasi dalam karya tulis ini adalah penerapan atau
pelaksanaan pembelajaran kitab kuning di pesantren dalam upaya pembentukan
karakter bangsa.
2. Pembelajaran
Pembelajaran menurut Mulyasa pada
hakikatnya yaitu interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga
terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.[6]
3. Kitab
kuning
Kitab kuning adalah kitab karya Ulama
abad pertengahan yang ditulis dengan bahasa Arab (biasanya tanpa syakal) baik
yang ditulis oleh ulama Timur Tengah maupun Ulama Indonesia dan sebagian besar
dicetak dengan kertas yang berwarna kuning.
4. Pesantren
Abdurrahman Wahid, mendefinisikan
pesantren secara teknis, pesantren adalah tempat di mana santri tinggal.[7]
5. Karakter
Karakter adalah sebuah kata yang merujuk pada
kualitas orang dengan karakteristik tertentu.[8]
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. KAJIAN
TENTANG IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KITAB KUNING
1. Kitab
Kuning
a. Definisi
kitab Kuning
Menurut Prof. Dr. KH. Said Aqiel Siradj,
MA saat diwawancarai tim www.pondokpesantren.net,
Kitab Kuning adalah kitab-kitab keagamaan berbahasa Arab atau berhuruf Arab
karya ulama salaf, ulama zaman dulu, yang dicetak dengan kertas kuning.
Sebenarnya yang paling tepat disebut dengan kutub al-turats yang isinya berupa
hazanah kreatifitas pengembangan peradaban Islam pada zaman dahulu. Dalam
hazanah tersebut terdapat hal-hal yang sangat prinsip yang kita tidak dapat
mengabaikannya. Selain itu, hazanah tersebut juga terdapat hal-hal yang boleh
kita kritisi, kita boleh tidak memakainya dan ada juga yang sudah tidak relevan
lagi. Tetapi kalau yang namanya kitab usul fiqh, mushtalah al-hadits,
nahwu-sharaf, ilmu tafsir, ilmu tajwid itu semua adalah prinsip, mau atau tidak
mau sekarang kita harus menggunakan kita-kitab tersebut.[9]
b. Cara
Memahmi Kitab Kuning
1. Diantara
cara memahami kitab kuning yaitu:
Pengkaji kitab kuning tidak hanya berhenti pemahaman hukum-hukum hasil karya ulama terdahulu, tetapi melacak metodologi penggalian hukumnya. Hal ini sebagaimana tawaran al Ghazali bahwa ilmu yang paling baik adalah penggabungan antara aqli dan naqli, antara menerima hasil pemikiran ulama’ salaf sekaligus mengetahui dalil dan penalarannya.
Pengkaji kitab kuning tidak hanya berhenti pemahaman hukum-hukum hasil karya ulama terdahulu, tetapi melacak metodologi penggalian hukumnya. Hal ini sebagaimana tawaran al Ghazali bahwa ilmu yang paling baik adalah penggabungan antara aqli dan naqli, antara menerima hasil pemikiran ulama’ salaf sekaligus mengetahui dalil dan penalarannya.
2. Membiasakan
untuk bersikap kritis dan teliti terhadap objek kajian. Karena pada dasarnya
budaya kritis adalah hal yang lumrah dalam dunia intelektual. Sebagaimana telah
kita saksikan potret kehidupan ulama’ salaf yang sarat dengan nuansa konflik
dan polemik. Hal itu terjadi, tak lain hanyalah karena ketelitian, kejelian dan
kritisisme yang dimiliki oleh para pendahulu kita yang kesemuanya patut untuk
kita teladani.
3. Melakukan
analisa yang mendalam, apakah pendapat ulama itu benar-benar murni refleksi
atas teks (nash) atau ada faktor lain yang mempengaruhi. Sekedar contoh, kenapa
sampai ada qoul qodim dan qoul jadid, kenapa Imam Nawawi berbeda pendapat
dengan Imam Syafi’i dalam transaksi jual beli tanpa sighat (bai’al mu’athoh),
kenapa Imam Qoffal berani berbeda pendapat dalam memahami sabilillah yang
berarti setiap jalan kebaikan (sabil al khair) dapat menerima zakat sedangkan
mayoritas ulama tidak memperbolehkan.
4. Menelusuri
sebab terjadinya perbedaan pendapat, sejarah kodifikasi kitab kuning, latar
belakang pendidikan pengarang, keadaan sosial dan budaya yang mempengaruhinya.
Memahami faktor dan tujuan pengarang mengemukakan pendapatnya.
5. Pengkaji
harus menjaga jarak antara dirinya (selaku subyek) dan materi kajian (selaku
obyek). Dengan prinsip ini, peneliti tidak boleh membuat penilaian apapun
terhadap materi dan melepaskan dari fanatisme yang berlebihan. Dalam tahap ini
peneliti harus berusaha ”menelanjangi” aspek kultural, sosial dan historis
dimana suatu hukum dicetuskan. Benar-benar memahami latar belakang suatu hukum
yang telah dirumuskan ulama’ salaf. Hal ini dimaksudkan agar terjadi penilaian
dan pemahaman yang obyektif.[10]
c. Metode
Pembelajaran Kitab Kuning
Ada beberapa metode yang sering
digunakan pesantren tradisional dalam pembelajaran kitab kuning yaitu:
1. Metode
Weton atau Bandongan (halaqah)
Metode
weton adalah pengajian yang inisiatifnya berasal dari kyai sendiri baik dalam
menentukan tempat, tempat waktu, maupun lebih-lebih kitabnya.
2. Metode
Sorogan
Metode sorongan adalah pengajian yang
merupakan permintaan seseorang atau beberapa santri kepada kyainya untuk
diajarkan kitab tertentu.
3. Metode
Hafalan
Metode hafalan ialah kegiatan belajar
santri dengan cara menghafal suatu teks tertentu dibawah bimbingan dan
pengawasan seorang ustadz atau kyai.
4. Metode
Diskusi
Metode ini dimaksudkan sebagai penyajian
bahan pelajaran denagn cara santri membahasnya bersama -sama melalui tukar pendapat
tentang suatu topik atau masalah tertentu yang ada dalam Kitab Kuning, dalam
hal ini kiyai atau ustadz sebagai bertindak sebagai moderator.[11]
B. KAJIAN
TENTANG PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA
1.
Pengertian
Karakter
Karakter
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan
bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah
laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya
dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai
dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Pengertian
karakter menurut Pusat Bahasa Dekdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,
watak”. Adapun berkarakter, adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, dan
berwatak.
Karakter mulia
berari individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai
dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis,
analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta
ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur,
menempati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut,
setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir
positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat,
dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri,
produktif, ramah, cinta keindahan (estetis0, sportif, tabah, terbuka, tertib.
Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan
individu juga mampu bertidak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakter
adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional,
sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang
berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal
yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara
serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi
(Pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya
(perasaannya).
2.
Nilai-Nilai Karakter
Berdasarkan
kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik,
dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi butir-butir nilai yang
dikelompokkan menjadi lima nilai utama, yaitu nilai-nilai perilaku manusia
dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan
lingkungan serta kebangsaan. Berikut adalah daftar nilai-nilai utama yang
dimaksud dan deskripsi ringkasnya:
a. Nilai
karakter dalam hubungannya dengan Tuhan
Yaitu religius; pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.
Yaitu religius; pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.
b. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri
sendiri (personal)
1)
Jujur
Perilaku yang
didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan tindakan, dan perkerjaan, baik terhadap diri dan
pihak lain.
2)
Bertanggung
jawab
Sikap dan
perilaku seseorang untu melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME.
3)
Bergaya
hidup sehat
Segala upaya
untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan
menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
4)
Disiplin
Tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5)
Kerja
keras
Perilaku yang
menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna
menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
6)
Percaya
diri
Sikap yakin
akan kemampuan diri sendiri terhdapat pemenuhan tercapainya setiap keinginan
dan harapannya.
7)
Berjiwa
wirausaha
Sikap dan
perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru,
menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk mengadaan produk baru,
memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.
8)
Berpikir
logis, kritis, dan inovatif
Berrpikir dan
melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau
hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki.
9)
Mandiri
Sikap dan
perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas.
10)
Ingin
tahu
Sikap dan
tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
11)
Cinta
ilmu
12)
Cara
berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
c. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama
1)
Sadar
akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
Sikap tahu dan
mengerti serta melaksanakan apa yang mengjadi miliki/hak diri sendiri dan orang
lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.
2)
Patuh
pada aturan-aturan social
Sikap menurut
dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepertingan
umum.
3)
Menghargai
karya dan prestasi orang lain
Sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
4)
Santun
Sifat yang
halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua
orang.
5)
Demokratis
Cara berfikir,
bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang
lain.
d. Nilai karakter dalam hubungannya dengna
lingkungan
1)
Penduli
sosial dan lingkungan
Sikap dan
tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya,
dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusahakan alam yang sudah
terjadi dan selalau memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.
2)
Nilai
kebangsaan
Cara berfikir,
bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
3)
Nasionalis
Cara berfikir,
bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsanya.
4)
Menghargai
keberagaman
Sikap
memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik,
sifat, adat, budaya, suku dan agama.
3.
Hakikat Pendidikan Karakter
Dalam
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, Pasal 3 dinyatakan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
a.
Beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan YME
b.
Berakhlak
mulia
c.
Sehat
d.
Berilmu
e.
Cakap
f.
Kreatif
g.
Mandiri
dan
h.
Menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penaman nilai karakter
kepada peserta didikn yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran pada
peserta didik yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Dalam pendidikan karakter di
LKP, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses
pembelajarandan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran,
pengelolaan LKP, pelaksaan aktivitas pembelajran, pemberdayaan sarna prasaran,
pembiayaan dan ethos kerja seluruh warga LKP.
Menurut David Elkind & Freddy Sweet, Ph.D. (2004), pendidikan
karakter dimaknai sebagai berikut “character education is the deliberate efort
to help people understand, cara about, and act upon core ethical values. When
we think atau the kind of character we want is right, care deeply about what is
right, even in the face of pressure from without and temptation from within”
Dengan demikian, pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang
dilakukan pendidikan, yang mampu mempengaruhi karaker peserta didik. Pendidik
membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana
perilaku pendidik, cara pendidik berbiacara atau menyampaikan materi, bagaimana
pendidik bertoleransi, dan berbangsa hal terkait lainnya.
4.
Pentingnya
Pendidikan Karakter
Karakter baika merupakan persyaratan agar
kompetensi yang dimiki seseorang dipakai secara bijaksana. Kompetensi hanya
akan menjadi kekayaan dan membawa maslahat bagi orang banyak apabila kompetensi
tersebut disertai dengan karakter baik. Sebaliknya orang yang berkompetansi
tinggi namum karakternya tidak baik cenderung akan memakai kompetensinya untuk
hal-hal yang merugikan masyarakat. Dengan demikian, apabila dalam satu
masyarakat kerusakana karakter meluas, maka bangsa tersebut akan digerogoti
sendiri oleh warganya, atau dengan kata lain masyarakatnya akan melalukan
tindakan merusaka diri sendiri.
Sebuah peradaban akan menurun apabila
terjadidemoralisasi pada masyarakatnya. Banyak pakar, filsuf, dan orang-orang
bijak yang mengatakan bahwa faktor moral (akhlak) adalah hal utama yang harus
dibangun terlebih dahulu agar bisa membantu sebuah masyarakat yang tertib aman
dan sejahtera.
Hubungan antara kualitas karakater dan kemajuan
bangsa amat erat. Bangsa yang maju ditandai dengna kualitas karakter
masyarakatnya yang baik. Thomas Lickona, profesor pendidikan dari Cortland
University, mengungkapkan bahwa ada sepuluh tandan-tanda zamanyang harus
diwaspadai karena jiak tanda-tanda itu sudah ada berarti bahwa sebuat
bangsasedang menuju jurang kehancuran. Dengan kata lain, jika sepuluh tanda itu
ada di Indonesia, bersiap-bersiap bahwa Indonesia aka menuju jurang
kehancaruan. Ke sepuluh tanda tersebut adalah:
1. Mengingkatnya
kekerasan di kalangan remaja
2. Penggunaan
bahasa dan kata-kata yang memburuk
3. Pengaruh
peer group yang kuta dalam tindak kekerasan
4. Meningkatkanya
perilaku merusak diri seperti penggunaan narkoba alkohol, dan seks bebas.
5. Semakin
kaburnya pedoman moral baik dan buruk.
6. Menurunnya
etos kerja
7. Semakin
rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan pendidik
8. Rendahnya
rasa tangguang jwaba individu dan warga Negara
9. Membudayanya
rasa tanggung jawab individudan warga Negara
10. Adanya
rasa saling curigai dan kebencian di antara sesama.[12]
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A. SUMBER
DATA
1. Data
Primer
Data primer adalah data yang diperoleh
lansung dari sumbernya yaitu Kepala Madrasah, Pengajar, dan santri Madrasah
Diniyah Sirojuth Tholibiin Bacem Sutojayan Blitar.
2. Data
Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh
dari data yang sudah ada yaitu dokumen-dokumen yang diperoleh dan mempunyai
hubungan dengan masalah yang diteliti, seperti struktur organisasi madrasah,
keadaan guru madrasah, data santri, sarana dan prasarana dan lain sebagainya.
Sedangkan yang menjadi informan dari
penelitian ini adalah Kepala Madrasah, pengajar/ustadz, dan santri/siswa.
B. METODE
PENGUMPULAN DATA
1. Angket
Angket
adalah teknik pengumpulan data dengan menyerahkan atau mengirimkan daftar
pertanyaan untuk diisi sendiri oleh responden.[13]
2. Observasi
Dalam observasi ini, peneliti sebagai
juga sebagai obyek penelitian tetapi tidak secara keseluruhan. Teknik observasi
yang dipilih peneliti ini adalah observasi moderat, yaitu observasi yang mana
terdapat keseimbangan antara peneliti mendaji orang dalam dan orang luar.
Peneliti dalam mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam beberapa
kegiatan, tetapi tidak semuanya.[14]
3. Wawancara
Esterberg (2002) mendefinisika wawancara
sebagai pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topic tertentu.[15]
C. METODE
ANALISIS DATA
Menganalisis
data penelitian merupakan suatu langkah yang sangat kritis, apakah menggunakan
data statistic atau non statistic.
Dalam
hal menganalisis data ini, peneliti menggunakan rumus:
Keterangan:
a. P
= Prosentase
b. F
= Frekuensi jawaban responden
c. N
= Jumlah responden
[1] Sudjoko
Prasodjo, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan
Islam di Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2001), hlm. 104
[2] Zamakhsyari, Tradisi
Pesantren,hlm. 44-46
[3] Abdurrahman
Wahid, Menggerakkan Tradisi: Esai-esai Pesantren, (Yogyakarta: LKiS,
2001), hlm. 157
[4] Toto Suharto, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2011), hlm. 331
[5] Daryanto S.S, Kamus
Bahasa Indonesia Lengkap (Surabaya: APOLLO, 1997), hlm 279
[6] Mulyasa dalam Strategi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis PAIKEM, Ismail SM (Semarang:
RaSAIL ,2011), hlm. 10
[7] Abdurrahman
Wahid, Op.Cit. hlm. 17
[8] Dharma Kuruma
dkk, Pendidikan Karakter (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 24
[10] http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?Itemid=65&catid=31:seputar-pesantren&id=1218:metode-memahami-kitab-kuning&option=com_content&view=article
[11] M. Ja’far
Shodiq, dalam skripsinya yang berjudul “PERANAN PEMBELAJARAN KITAB KUNING
TERHADAP AKHLAK SANTRI DI PONDOK
PESANTREN MIFTAHUL HUDA MOJOSARI KEPANJEN MALANG”, tahun 2007
[12] http://juansyah.wordpress.com/2012/07/29/pengertian-karakter/
[13] http://giskacumalimahuruf.wordpress.com/2009/06/14/teknik-pengumpulan-data-menggunakan-kuesioner/
[14] Sugiyono, Metode
Penelitian Pendidikan (Bandung: ALFABETA, 2008), hlm 312
[15] Sugiyono, Op.Cit.
hlm. 317
mungkin bisa di lengkapi bab 4,5,6 karena bisa saja di jadikan rujukan dan landasan teori
ReplyDelete