Riwayat yang masyhur
menyebutkan bahwa Fatimah Zahra AS, hanya sempat mengenyam kehidupan
yang singkat. Beliau wafat pada usia yang sangat belia, 18 tahun. Meski
singkat, kehidupan beliau banyak mengandung pelajaran berharga.
Kehidupan putri Rasul ini, laksana permata indah yang memancarkan
cahaya. Pada kesempatan ini, kami ingin mengajak Anda untuk melihat
sekelumit dari kepribadian beliau yang agung, untuk dijadikan pedoman,
khususnya bagi kaum perempuan.Baca selanjutnya
Tak diragukan lagi,
sebagian besar problem dan masalah yang dihadapi umat manusia adalah
karena kelalaiannya akan hakikat wujud kemanusiaannya, sehingga dia
terjebak dalam tipuan dunia. Sebaliknya, manusia bisa mendekatkan diri
kepada Tuhan saat dia mengenal dirinya dan mengetahui tugas yang harus
ia lakukan dan pertanggungjawabkan kepada Allah, Sang Pencipta alam
kehidupan.
Fatimah Zahra AS,
adalah seorang figur yang unggul dalam keutamaan ini. Dalam doanya,
beliau sering berucap, “Ya Allah, kecilkanlah jiwaku di mataku dan
tampakkanlah keagungan-Mu kepadaku. Ya Allah, sibukkanlah aku dengan
tugas yang aku pikul saat Engkau menciptakanku, dan jangan Engkau
sibukkan aku dengan hal-hal yang lain.”
Keikhlasan dalam
beramal adalah jembatan menuju keselamatan dan keberuntungan. Manusia
yang memiliki jiwa keikhlasan akan terbebas dari seluruh belenggu hawa
nafsu dan akan sampai ke tahap penghambaan murni. Keikhlasan akan
memberikan keindahan, kebaikan, dan kejujuran kepada seseorang. Contoh
terbaik dalam hal ini dapat ditemukan pada pribadi agung Fatimah Zahra
AS. Seseorang pernah bertanya kepada Imam Mahdi AS, “Siapakah di antara
putri-putri Nabi yang lebih utama dan memiliki kedudukan yang lebih
tinggi?” Beliau menjawab, “Fatimah.” Dia bertanya lagi, “Bagaimana Anda
menyebut Fatimah sebagai yang lebih utama padahal beliau hanya hidup
singkat dan tidak lama bersama Nabi?” Beliau menjawab, “Allah memberikan
keutamaan dan kemuliaan ini kepada Fatimah karena keikhlasan dan
ketulusan hatinya.”
Sayyidah Fatimah dalam
munajatnya sering mengungkapkan kata-kata demikian, “Ya Allah, aku
bersumpah dengan ilmu ghaib yang Engkau miliki dan kemampuan
penciptaan-Mu. Berilah aku keikhlasan. Aku ingin aku tetap tunduk dan
menghamba kepada-Mu di kala senang dan susah. Saat kemiskinan mengusikku
atau kekayaan datang kepadaku, aku tetap berharap kepada-Mu. Hanya
dari-Mu aku memohon kenikmatan tak berujung dan kelapangan pandangan
yang tak berakhir dengan kegelapan. Ya Allah, hiasilah aku dengan iman
dan masukkanlah aku ke dalam golongan mereka yang mendapatkan petunjuk.”
Kecintaan Fatimah AS
kepada Tuhan disebut oleh Rasulullah sebagai buah dari keimanannya yang
tulus. Beliau bersabda, “Keimanan kepada Allah telah merasuk ke kalbu
Fatimah sedemikian dalam, sehingga membuatnya tenggelam dalam ibadah dan
melupakan segalanya.”
Manusia yang mengenal
Tuhannya akan menghiasi perilaku dan tutur katanya dengan akhlak yang
terpuji. Asma’, salah seorang wanita yang dekat dengan Sayyidah Fatimah
AS mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorangpun wanita yang lebih
santun dari Fatimah. Fatimah belajar kesantunan dari Dzat yang
Mahabenar. Hanya orang yang terdidik dengan tuntunan Ilahi-lah yang bisa
memiliki perilaku dan kesantunan yang suci. Ketika Allah swt melalui
firman-Nya memerintahkan umat untuk tidak memanggil Rasul dengan
namanya, Fatimah lantas memanggil ayahnya dengan sebutan Rasulullah.
Kepadanya Nabi bersabda, “Fatimah, ayat suci ini tidak mencakup dirimu.”
Dalam kehidupan rumah tangganya, putri Nabi ini selalu menjaga etika
dan akhlak. Kehidupan Ali dan Fatimah yang saling menjaga kesantunan ini
layak menjadi teladan bagi semua.
Kasih sayang dan
kelemah-lembutan Fatimah AS diakui oleh semua orang yang hidup sezaman
dengannya. Dalam sejarah disebutkan bahwa kaum fakir miskin dan mereka
yang memiliki hajat, akan datang ke rumah Fatimah ketika semua jalan
yang bisa diharapkan membantu mengatasi persoalan mereka telah tertutup.
Fatimah tidak pernah menolak permintaan mereka, padahal kehidupannya
sendiri serba berkekurangan.
Poin penting lain yang
dapat dipelajari dari kehidupan dan kepribadian penghulu wanita sejagat
ini adalah sikap tanggap dan peduli yang ditunjukkan beliau terhadap
masalah rumah tangga, pendidikan dan masalah sosial. Banyak yang
berprasangka bahwa keimanan dan penghambaan yang tulus kepada Allah akan
menghalangi orang untuk berkecimpung dalam urusan dunia. Kehidupan
Sayyidah Fatimah Zahra AS mengajarkan kepada semua orang akan hal yang
berbeda dengan anggapan itu. Dunia di mata beliau adalah tempat
kehidupan, meski demikian hal itu tidak berarti harus dikesampingkan.
Beliau menegaskan bahwa dunia laksana anak tangga untuk menuju ke puncak
kesempurnaan, dengan syarat hati tidak tertawan oleh tipuannya. Fatimah
AS berkata, “Ya Allah, perbaikilah duniaku bergantungnya kehidupanku.
Perbaikilah kondisi akhiratku, karena ke sanalah aku akan kembali.
Panjangkanlah umurku selagi aku masih bisa berharap kebaikan dan berkah
dari dunia ini…”
Detik-detik akhir
kehidupannya telah tiba. Duka dan derita terasa amat berat untuk dipikul
oleh putri tercinta Nabi ini. Meski demikian, dengan lemah lembut
Fatimah bersimpuh di hadapan Sang Maha Pencipta mengadukan keadaannya.
Asma berkata, “Saya menyaksikan saat itu Fatimah AS mengangkat tangannya
dan berdoa, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan perantara kemuliaan
Nabi dan kecintaannya kepadaku. Aku memohon kepada-Mu dengan nama Ali
dan kesedihannya atas kepergianku. Aku memohon kepada-Mu dengan
perantara Hasan dan Husein serta derita mereka yang aku rasakan. Aku
memohon kepada-Mu atas nama putri-putriku dan kesedihan mereka. Aku
memohon, kasihilah umat ayahku yang berdosa. Ampunilah dosa-dosa mereka.
Masukkanlah mereka ke dalam surga-Mu. Sesungguhnya Engkau Dzat Yang
Maha Pengasih dari semua pengasih.”
Sebelum
ajal datang menjemputnya, Fatimah Zahra AS menghadap kiblat setelah
sebelumnya berwudhu. Beliau mengangkat tangan dan berdoa, “Ya Allah,
jadikanlah kematian bagai kekasih yang aku nantikan. Ya Allah,
curahkanlah rahmat dan inayah-Mu kepadaku. Tempatkanlah ruhku di tengah
arwah orang-orang yang suci dan jasadku di sisi jasad-jasad mulia. Ya
Allah, masukkanlah amalanku ke dalam amalan-amalan yang Engkau terima.”
Tanggal
3 Jumadi Tsani tahun 11 Hijriyyah, Fatimah Zahra putri kesayangan Nabi
menutup mata untuk selamanya. Beliau wafat meninggalkan
pelajaran-pelajaran yang berharga bagi kemanusiaan. Hari ini, kami
mengucapkan belasungkawa kepada para pecinta keluarga suci Rasul.
Rasul
pernah menyifati putrinya, Fatimah AS dengan sabdanya, “Allah telah
memenuhi hati dan seluruh anggota tubuh Fatimah dengan keimanan dan
keyakinan.” Kepada putrinya itu, beliau pernah bersabda, “Fatimah, Allah
telah memilihmu dan menghiasimu dengan makrifat dan pengetahuan. Dia
juga telah membersihkanmu dan memuliakanmu di atas wanita seluruh
jagat.“
Kecintaan
Rasulullah SAW kepada Fatimah Zahra AS merupakan satu hal khusus yang
layak untuk dipelajari dari kehidupan beliau. Di saat bangsa Arab
menganggap anak perempuan sebagai pembawa sial dan kehinaan, Rasul
memuliakan dan menghormati putrinya sedemikian besar. Selain itu,
Rasulullah SAW biasa memuji seseorang yang memiliki keutamaan. Dengan
kata lain, pujian Rasul kepada Fatimah adalah karena beliau menyaksikan
kemuliaan pada diri putrinya itu. Nabi SAW tahu akan apa yang bakal
terjadi sepeninggalnya kelak. Karena itu, sejak dini beliau telah
mengenalkan kemuliaan dan keagungan Fatimah kepada umatnya, supaya kelak
mereka tidak bisa beralasan tidak mengenal keutamaan penghulu wanita
sejagat itu.
Suatu
hari, seorang sahabat bertanya kepada Rasul, “Mengapa Anda tidak
memperlakukan anak-anak Anda yang lain seperti Fatimah?” Rasul menjawab,
“Engkau tidak mengenal Fatimah. Aku mencium bau surga pada diri
Fatimah. Engkau tidak tahu bahwa keredhaan Allah ada pada keredhaan
Fatimah dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaan Fatimah.”
Kesempurnaan
manusia tidak mengenal jenis jantina. Kesempurnaan itu adalah sebuah
anugerah yang diberikan Allah kepada hamba-Nya untuk dapat mengenal
dirinya lebih dalam. Fatimah adalah contoh nyata dari sebuah
kesempurnaan. Dengan mengikuti dan meneladaninya, kesuksesan dan
kebahagiaan hakiki yang menghantarkan kepada kesempurnaan akan bisa
digapai. Fatimah adalah wanita yang banyak menimba ilmu, makrifat dan
hikmah hakiki. Keluasan ilmunya tampak sekali dalam khotbah yang beliau
sampaikan di masjid Nabi, di hadapan para sahabat.
Dalam
khotbah itu, Fatimah AS menjelaskan bahwa satu-satunya jalan untuk
menyelamatkan diri dan masyarakat adalah dengan memegang teguh agama dan
patuh kepada perintah Allah. Beliau yang mengetahui psikologi
masyarakatnya menerangkan berbagai kekurangan yang ada di tengah mereka.
Dalam khotbah itu, Fatimah AS membawakan berbagai ayat suci Al-Qur’an
dan menjelaskan tafsirannya. Peristiwa yang terjadi di masa lalu,
sejarah umat-umat terdahulu yang layak dijadikan pelajaran dan bahan
peringatan, diungkapkannya. Dalam khotbah tersebut Fatimah sebagai
seorang hamba yang saleh dan arif yang hakiki, menjelaskan kecintaannya
kepada Sang Maha Pencipta.
Fatimah
Zahra AS, adalah wanita yang mengenal betul kondisi di tengah
masyarakat. Beliau sadar akan adanya makar dan tipu daya musuh-musuh
Islam. Hal itulah yang kemudian beliau ungkapkan dalam khotbahnya.
Singkatnya, Fatimah AS sebagai seorang yang mengetahui seluk beluk
politik dan sadar akan kondisi di zamannya, menerangkan kepada semua
orang bahwa Islam adalah agama terakhir Tuhan dan syariat yang paling
sempurna. Beliau juga menjelaskan bahwa satu-satunya jalan keselamatan
adalah dengan mengikuti jejak Ahlul Bait AS.
Berikut
ini adalah sekelumit dari khotbah Sayyidah Fatimah Zahra AS di masjid
Nabi. “Rasulullah diutus saat seluruh bangsa terpecah-pecah. Mereka
menyembah berhala. Meski mengenal Tuhan, mereka mengingkarinya. Dengan
perantara Muhammad, Allah menyingkap tabir syirik dan kekafiran. Dia
membersihkan kotoran dari hati, dan Dia berikan cahaya di mata. Muhammad
dengan cahaya petunjuk bangkit di tengah umat untuk menyelamatkan
mereka dari kesesatan dan mengeluarkan mereka dari kegelapan ke cahaya
benderang. Dia menggiring umat ke arah agama yang kuat dan mengajak
mereka kepada kebenaran.
No comments:
Post a Comment